Artikel Tamu

Membangun Desa, Merawat Budaya (Bagian II)

pada

Sambungan Membangun Desa, Merawat Budaya (Bagian I)

Lumbung Seni   

Desember, penghujung 2017, bisa dikatakan merupakan puncak kesibukan di Provinsi DIY, tercatat kurang lebih 5 juta “tamu” menghabiskan waktunya di kota ini. Apalagi bertepatan dengan liburan sekolah. Berbagai event dihelat.

Kesibukan juga terasa di Desa Panggungharjo. 14 dusun yang ada di wilayah perbatasan Jogja-Bantul ini sibuk menyiapkan acara. Masyarakat tampak bergembira. Genap 71 tahun usia Desa Panggungharjo.

Jamak kita temukan di beberapa desa, jika perlehatan ulang tahun atau perayaan budaya, desa akan berlomba menampilkan wayang atau panggung hiburan dengan menghadirkan dalang atau artis terkenal. Pengalaman berbeda akan dijumpai ketika kita berada di desa budaya ini. Mengusung tema “Satu Bumi Satu Panggung” pelibatan masyarakat sangat terasa. Bagaimana tidak, jika melihat jadwal acara, pengisi acara pada perhelatan ini adalah murni warga Desa Panggungharjo.

Pelibatan masyarakat menjadi sebuah keharusan. Masyarakat menjadi subjek dalam kerja budaya ini. Dalam pernyataannya, Fairuzul Mumtaz selaku Ketua Pengelola Desa Budaya “Bumi Panggung” menjelaskan bahwa pelibatan warga menjadi sangat penting untuk menghidupkan komunitas budaya masyarakat di desanya. Mengapa masyarakat harus dilibatkan?

Desa dengan luasan 564.53 ha ini dihuni oleh 520 potensi budaya. 2017, jumlahnya bertambah menjadi 600 potensi, yang dibagi ke dalam 7 bidang, yaitu  seni pertunjukan, bahasa dan sastra, kuliner, adat dan tradisi, jamu dan pengobatan tradisional, tata ruang dan bangunan (herritage) serta seni rupa dan kerajinan. Jadi tidak ada alasan untuk mendatangkan kelompok kesenian dari luar, selain bintang tamu.

Gelaran Hari Jadi inilah yang merupakan “panggung” bagi komunitas budaya tersebut. Dari seni jatilan, karawitan, sanggar anak, dan ragam acara lainnya. Semangat tersebut selalu dihidupkan sebagaimana tradisi yang ada selama ini.

Kerja bersama ini dimulai sejak tahun 2015. Bersama Biennale Jogja XIII dalam seri Equator, Desa Panggungharjo menghelat acara Panggung Literasi Selatan (PLS). Warga desa menghadirkan berbagai pontensinya untuk dapat diangkat dalam acara tersebut. Mengusung tema “Dari Panggungharjo ke Panggung Internasional”, kurang lebih 43 komunitas mementaskan kreativitas mereka. Isu besar yang diangkat yaitu emansipasi desa; kebudayaan, ritus dan pengetahuan.

Jika menarik garis sejarah, fakta dan bukti menegaskan bahwa akar budaya di Desa Panggungharjo tumbuh dan berkembang, berhubungan erat dan dipengaruhi oleh komunitas dan intervensi budaya yang berkembang pada masanya. Dari laman web panggungharjo.desa.id, kita dapat mengenal jejak sejarah tersebut.

Tercatat, sejak abad ke 9 – 10, desa ini yang dikenal sebagai desa agraris memunculkan budaya yang sifatnya merupakan penghormatan kepada alam yang telah menumbuhkan makanan, sehingga bermanfaat bagi keberlangsungan kehidupan umat manusia. Budaya yang muncul seperti gejok lesung, thek-thek/kothek-an, upacara merti dusun, upacara wiwitan, tingkep tandur, dan budaya-budaya lainnya.

Berkembang selanjutnya pada abad ke-16, di wilayah Krapyak Kulon dan Glugo merupakan kawasan wisata berburu (Pangeran Sedo Krapyak, 1910). Sedangkan pada Abad ke 17 kawasan ini merupakan tempat olahraga memanah kijang/menjangan dan sebagai tempat pertahanan (Sultan HB I, Panggung Krapyak, 1760). Melahirkan budaya panembromo, karawitan, mocopat, wayang, ketoprak, kerajinan tatah sungging, kerajinan blangkon, kerajinan tenun lurik, batik, industri gamelan, tari-tarian klasik, dan lain-lain.

Berdirinya Pondok Pesantren Al Munawir juga memberikan budaya baru, yang dapat kita lihat dan hidup sampai saat ini, seperti: sholawatan, dzibaan, qosidah, hadroh, rodad, marawis. Budaya-budaya yang melekat pada kegiatan peribadatan seperti Syuran (peringatan 1 Muharram), Mauludan (peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW), Rejeban (peringatan Isro’ Mi’roj), Ruwahan/Nyadran (mengirim doa untuk leluhur menjelang bulan Ramadhan) dan Selikuran (Nuzulul Qur’an).

Tidak sampai disitu, pada 1900 – 1930, berkembangnya masyarakat untuk saling bersosialisasi melahirkan bermacam-macam dolanan anak seperti egrang, gobak sodor, benthik, neker-an, umbul, ulur/layangan, wil-wo, dan lain-lain. Bahkan di kampung Pandes berkembang sebuah komunitas bernama Kampung Dolanan, yang memproduksi permainan anak tempo dulu, seperti othok-othok, kitiran, angkrek, keseran, wayang kertas, dan lain-lain. Mulai 1980, sebagai wilayah sub urban di Desa Panggungharjo mulai berkembang budaya modern perkotaan dan banyak mempengaruhi generasi muda, sehingga berkembanglah kesenian band, drumband, karnaval, takbiran, tari-tarian modern, campur sari, dan lain-lainnya.

Keberadaan kampus Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta berkontribusi dalam memperkuat ruang produksi di Desa Panggungharjo. Kelompok-kelompok mahasiswa menjadikan komunitas yang ada sebagai tempat belajar dan mengeksplorasi kesenian serta terlibat langsung dalam kehidupan masyarakat.  

Meminjam pandangan Ignas Kleden (2009), kesenian dan hasil kesenian adalah suatu ekspresi kebudayaan yang mengungkapkan nilai keindahan. Gerak, bunyi, kata, serta garis dan warna adalah perwujudan fisik nilai-nilai keindahan yang bergetar dalam diri sang seniman. Namun demikian, keindahan pada dasarnya bukanlah suatu nilai yang berdiri sendiri. Tetapi berinteraksi terus-menerus dengan nilai kebudayaan dan nilai kehidupan lainnya. Bisa dikatakan keindahan adalah terjemahan estetis pengalaman kejiwaan, pengalaman sosial atau pengalaman keagamaan seseorang atau sekelompok orang.

Sampai di sini, sejarah kesenian di Desa Panggungharjo merupakan catatan panjang. Interaksi masyarakat melahirkan kesenian tersebut sejatinya adalah upaya untuk menjawab tantangan zamannya. Berkesenian bukan hanya sebatas perayaan atau pandangan bahwa seni termasuk dalam ruang privat, mencapai puncaknya dalam paham dan slogan “seni untuk seni” (art for art’s sake).  

Kesenian adalah sebuah harapan penguatan nilai masyarakat dalam upaya menguatkan pembangunan di desa. Setidaknya ada beberapa nilai yang akan disentuh dari pelibatan masyarakat ini. Pertama, nilai partisipasi; kebersamaan yang dihadirkan akan semakin menguatkan persaudaraan masyarakat. Hubungan yang terjalin akan mengikis isolasi antarkelas yang akan melahirkan gelanggang pertarungan. Tetapi bagaimana masyarakat dapat bergerak bersama, pembangunan mesti menjadi pengungkit nilai kebersamaan dan bukan panggung persaingan.

Kedua, nilai toleransi; penguatan nilai ini adalah upaya menginternalisasikan bahwa sumber pembangunan adalah spiritualitas. Dari nilai toleransi ini akan mengalirkan moralitas yang jernih dalam berpikir, berucap, dan bertindak.

Ketiga, nilai alokasi sumber daya;  relasi masyarakat desa dengan aktivitas praktik-praktik kebudayaan akan membangkitkan potensi-potensi yang selama ini tersuruk ataupun mengendap. Nilai ini dekat dengan modal produksi pembangunan (ekonomi) di Desa.

Setangkai dengan nilai sebelumnya, nilai kerja sama yang lebih dikenal dengan gotong royong menjadi modal dan harkatnya harus selalu dijaga. Melalui nilai ini, desa dijaga agar tidak tercerabut dan terjebak dengan budaya materialistik.

Akumulasi dari nilai di atas akan menjadi pengharapan selanjutnya untuk menghidupkan ruang kebudayaan di Desa Panggungharjo. Dengan kata lain, menempatkan masyarakat sebagai sumbu pembangunan sebuah keniscayaan dan masyarakat sebagai subjek pembangunan tersebut harus selalu diperjuangkan. Sehingga pembangunan berkelanjutan dapat berjalan dengan optimal. Bersambung ke bagian III. (RENDRA AGUSTA)

 

Tentang Fajar Budi Aji

Hanya seorang yang beranjak tua dan terus mencoba untuk lebih dewasa tanpa menghilangkan rasa kekanak-kanakannya. "Urip Iku Urup" dan "Rasah Wedi Dirasani Karena Hidup Banyak Rasa" Dua motto andalan inilah yang dijadikan pegangan dalam menjalani kehidupan sehari-harinya.

Baca Juga

1 Komentar

  1. Pingback: Membangun Desa, Merawat Budaya (Bagian I) - Panggungharjo

  2. Pingback: Membangun Desa, Merawat Budaya (Bagian III) - Panggungharjo

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

X