Ekonomi

Terapkan Ekonomi Solidaritas, Desa Panggungharjo Jadi Contoh di Asia

Oleh

pada

Panggungharjo (Gatra.com) – Asian Solidarity Economy Council (ASEC) menjadikan Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagai contoh tepat penerapan ekonomi solidaritas. Panggungharjo berhasil menempatkan manusia sebagai motor penggerak kegiatan ekonomi dibandingkan laba.

Pengukuhan Panggungharjo sebagai rujukan ekonomi solidaritas ini ditetapkan melalui gelaran konferensi internasional tentang ekonomi alternatif bertajuk ‘Revitalisasi Ekonomi Pedesaan Melalui Model Ekonomi Solidaritas Sosial’ pada Selasa (12/11/2019) di Balai Desa Panggungharjo.

Dalam acara ini, ASEC mengundang 40 peserta dari 11 negara, termasuk Indonesia, untuk belajar bersama tentang praktik ekonomi solidaritas warga Panggungharjo. Selama dua hari, 12-13 November, peserta dipersilakan melihat, merekam, merefleksikan, dan mendiskusikan ragam aktivitas warga desa tersebut.

“Ada fondasi utama untuk mencapai kemajuan peradaban perekonomian, yaitu profit (keuntungan), people (lingkungan masyarakat),  dan planet (lingkungan fisik). Dalam ekonomi solidaritas, Panggungharjo sukses menempatkan people jauh lebih utama dibandingkan profit.” ujar Koordinator Kontributor ASEC Chandra Firmantoko kepada Gatra.com.

Bagi ASEC, suksesnya partisipasi masyarakat dalam membangun ekonomi desa sangat menentukan bagi peta jalan (road map) pembangunan desa ke depan. Tingginya partisipasi warga ini juga menghilangkan monopoli pemerintah dan elite tertentu yang ingin menguasai ekonomi desa.

“Kami ingin menularkan keberhasilan Panggungharjo melibatkan masyarakat mengelola sumber daya mereka dan digunakan untuk kepentingan masyarakat,” tambah Chandra.

Jika dibanding ekonomi kerakyatan ala pemerintah di desa-desa, ASEC melihat hampir semua desa belum memenuhi kaidah ekonomi solidaritas. Hal ini khususnya dilihat dari pengucuran dana desa yang yang menghadirkan banyak badan usaha milik desa atau BUMDes berorientasi profit semata.

Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM Catur Sugiyanto menyatakan tiga penyebab ekonomi solidaritas belum berkembang di desa di tengah kucuran dana desa.

“Pertama, masyarakat belum menemukan potensi besar desanya. Kedua, tidak adanya motor penggerak. Terakhir, adanya tembok aturan administrasi yang ketat dari pemerintah sehingga mematikan kreativitas elite desa.” kata Catur.

Menurut Catur, sebenarnya dua kendala tumbuhnya ekonomi solidaritas bisa diatasi jika faktor ketiga diberi kelonggaran. Artinya, pemerintah pusat semestinya tidak menerapkan aturan administrasi yang ketat agar pengguna anggaran bisa dipercaya.

Dari sanalah, akan muncul kreativitas elite desa yang akan menjadi motor penggerak untuk menemukan dan mengembangkan potensi desa. Menurut Catur, kunci pentingnya adalah kreativitas atau inovasi masyarakat desa harus bisa dipertanggungjawabkan.

“Saya melihat seharusnya, apa yang dilakukan Panggungharjo bisa menular ke-74 desa di Bantul. Jika tetangga sudah melakukan, maka banyak yang akan ikut.” tambah Catur.

Kepala Desa Panggungharjo, Wahyudi Anggoro Hadi mengatakan, keberhasilan Panggungharjo mengajak warga berpartisipasi membangun ekonomi desa adalah karena tumbuhnya kepercayaan warga kepada pemerintah desa.

“Sejak 2013 pemerintah desa hadir tidak hanya sekadar untuk urusan administrasi. Tetapi bagaimana kehadiran pemerintah desa memberikan pelayanan barang dan jasa bagi warga. Dari sana kami berusaha melibatkan seluruh potensi desa yang ada.” kata Wahyudi.

Wahyudi menyatakan kunjungan dan pengakuan ASEC ke Panggungharjo menjadi sebuah momentum bagi seluruh desa untuk terus melakukan perubahan berkelanjutan. Apalagi desa merupakan benteng terakhir kedaulatan warga.

Sebelumnya, pada Sabtu (8/11/2019), Wahyudi mewakili BUMDes Panggung Lestari, Pangungharjo, menerima penghargaan 4th ASEAN Leadership Award on Rural Development and Poverty Eradication di Myanmar.

Penghargaan ini wujud apresiasi masyarakat ASEAN atas kepemimpinan yang dipandang memegang peranan penting dalam pembangunan desa dan pengurangan kemiskinan. (Kukuh Setyono)

Sumber: Artikel tahun 2019 gatra.com

Tentang nurafifah

Baca Juga

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

X