Inovasi

Desa Panggungharjo Alihkan Gratifikasi untuk Beasiswa Siswa Miskin

pada

Bantul (Harianjogja.com) –Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul berhasil meraih juara pertama lomba desa tingkat nasional, mengalahkan sekitar 72.000 desa lainnya di Indonesia. Apa terobosan yang dilakukan pemerintah desa di bawah kepimpinan Wahyudi Anggoro Hadi tersebut?

Wahyudi Anggoro Hadi, 35, belum lima tahun memimpin Desa Panggungharjo, Sewon Bantul. Namun sejumlah prestasi berhasil dikantongi desa ini. Pada 17 Agustus lalu, bertepatan dengan peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI, ia diundang ke Jakarta untuk menerima penghargaan sebagai juara pertama lomba desa se Indonesia. Ini berkat jasanya melakukan sejumlah gebrakan di pemerintahan desa.

Mantan aktivis mahasiswa UGM itu mengaku gerah dengan sistem birokrasi di pemerintahan desa yang selama ini kaku dan dingin. Pamong desa cenderung berorientasi dilayani bukan melayani masyarakat, tokoh yang disegani masyarakat, serta komunikasi hanya berjalan satu arah.

Pria yang masih menempuh pendidikan Strata II di Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa (STPMD “APMD’) itu mulai melakukan cara-cara tidak biasa. Di antaranya mengumumkan program serta anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes) ke masyarakat minimal setahun sekali.  Ia juga menggandeng Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menyusun rencana pembangunan desa serta kontrol anggaran.

Ia juga tidak segan-segan merotasi jabatan anak buahnya agar terjadi perubahan kinerja.

“Biasanya banyak desa menghindari BPKP, kami malah menggandeng. Kerja jadi lebih semangat karena kami yakin tidak ada yang dilanggar,” papar bapak dua anak itu.

Wahyudi memang kritis bila menyangkut masalah akuntabilitas terutama anggaran. Saat ia maju dalam pemilihan kepada desa (Pilkades) 2012, ia mengusung isu politik uang. Semangat itu pula yang menghantarkannya duduk di kursi nomor satu di Desa Panggungharjo.

Semangat bebas korupsi, kolusi dan nepotisme itu bahkan dibawa hingga ia menjabat. Sudah berkali-kali pemerintah desa Panggungharjo menolak gratifikasi dari sejumlah pengembang perumahan dan pengusaha tower yang beroperasi di Panggungharjo. Tiap pengusaha menawarkan uang pelicin antara Rp5 juta-Rp15 juta untuk memuluskan usaha mereka.

“Di mana-mana kan sudah lazim, setiap pengusaha masuk ada uang permisi yang harus dibayar ke banyak pos pemerintah dari desa sampai kabupaten,” ungkapnya.

Pengusaha justru diarahkan menggunakan uang itu untuk bantuan sosial ke masyarakat yang difasilitasi pemerintah desa. Di antaranya beasiswa untuk siswa miskin dan bantuan kesehatan. Sedikitnya ada 11 anak dari keluarga tidak mampu kini mengantongi asuransi pendidikan berkat uang gratifikasi yang ia tolak tersebut. (Bhekti Suryani/JIBI/Harian Jogja)

 

Sumber: Artikel tahun 2014 Harianjogja.com

Tentang Fajar Budi Aji

Hanya seorang yang beranjak tua dan terus mencoba untuk lebih dewasa tanpa menghilangkan rasa kekanak-kanakannya. "Urip Iku Urup" dan "Rasah Wedi Dirasani Karena Hidup Banyak Rasa" Dua motto andalan inilah yang dijadikan pegangan dalam menjalani kehidupan sehari-harinya.

Baca Juga

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

X