Opini

Budaya Gotong Royong Pemakaman Perlu Dilestarikan

pada

Panggungharjo (Jurnalis Warga Panggungharjo) – Budaya gotong royong masyarakat pedesaan (kampung-red) dalam menolong warga/tetangga yang baru saja mengalami musibah (meninggal dunia) sangatlah bernilai positif dan perlu dilestarikan.

Berbeda dengan yang dilakukan oleh masyarakat perkotaan. Semua aktivitas yang mendukung agenda acara tersebut, mulai dari membersihkan halaman, memasang tenda, menata kursi, serta dalam me-manage upacara pemakaman, mulai dari proses penyebaran berita duka, mempersiapkan tempat dan ubo rampe untuk memandikan jenazah, mengkafani, mensholati, upacara pemakaman jenazah, dan terakhir menguburkan jenazah, semuanya dilakukan oleh orang – orang “bayaran”.

Namun semua pekerjaan diatas sudah terbiasa dilakukan oleh masyarakat Desa Panggungharjo secara guyub rukun dan tanpa terbesit menerima imbalan sedikit pun.

Ada satu hal yang menarik perhatian penulis di dalam tradisi upacara pemakaman di Desa Panggungharjo. Yaitu dalam menyiapkan air untuk memandikan jenazah masih ada yang mengambil air dari tujuh sumber (sumur), dan diatas air tersebut diberi daun dadap. Serta masih adanya tradisi kenduri sur tanah setelah prosesi pemakaman jenazah selesai.

Selanjutnya, pada malam harinya di adakan do’a bersama yang biasa disebut tahlilan, kegiatan ini bertujuan untuk membantu mendo’akan keluarga ahli waris yang baru saja ditinggal salah satu anggota keluarganya. Tradisi tahlilan ini rupanya berbeda – beda antara warga masyarakat yang satu dengan yang lain. Ada yang dilakukan cuma sehari, tiga hari, lima hari, dan tujuh hari.

Dan menurut penulis, budaya tahlilan perlu di apresiasi sebagai bagian dari budaya guyub rukun warga masyarakat Desa Panggungharjo dan budaya toleransi bagi warga masyarakat yang tidak melakukan tradisi tahlilan ini. Perbedaan bukanlah untuk diperdebatkan akan tetapi sebagai rohmatan lil’aalamiin. (JUNAEDI)

Tentang Fajar Budi Aji

Hanya seorang yang beranjak tua dan terus mencoba untuk lebih dewasa tanpa menghilangkan rasa kekanak-kanakannya. "Urip Iku Urup" dan "Rasah Wedi Dirasani Karena Hidup Banyak Rasa" Dua motto andalan inilah yang dijadikan pegangan dalam menjalani kehidupan sehari-harinya.

Baca Juga

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

X