Seni Budaya

Konsep Sangkan Paraning Dumadi sebagai Falsafah di Era Kontemporer

Oleh

pada

Berikut karya esai yang mendapatkan juara favorit 1 pilihan juri, yang telah dinilai oleh juri. Dan dengan bangga kami muat esai juara 1-3 dan 2 juara favorit pilihan juri, dalam website kami dan dapat dikunjungi melalui laman berikut  https://www.panggungharjo.desa.id, untuk menjaga originalitas karya dari peserta lomba sengaja tidak kami edit.

Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha esa dengan struktur dan fungsi yang bisa dibilang cukup sempurna ketimbang makhluk Tuhan lainnya. Manusia merupakan makhluk Tuhan yang unik. Selain diciptakan sebagai makhluk multidimensional, manusia diciptakan dengan memiliki akal dan kemampuan berinteraksi baik dengan Tuhan maupun dengan sesamanya. Manusia memiliki akal yang membuatnya mampu mengenal dirinya sendiri dan memahami keberadaan Tuhan.

Usaha manusia dalam mengenal Tuhan itulah yang banyak melahirkan pengalaman-pengalaman spiritual, baik berupa interpretasi wahyu, pemikiran filsafat, tradisi budaya, seperti makrifat dan wahdatul wujud dalam tasawuf, panteisme dalam filsafat, dan manunggaling kawula gusti dalam tradisi budaya jawa. Banyaknya pengalaman-pengalaman spiritual yang terjadi melahirkan suatu pemahaman yang unik, tidak seperti konsep ajaran yang terlahir dari pemikiran filosofis tapi merupakan perpaduan dari hasil olah pikir dan olah batin sekaligus. Misalnya konsep Manunggaling kawula gusti yang terlahir dari penghayatan spiritual orang Islam Jawa. Konsep tersebut seakan-akan memiliki karakteristik yang berbeda dengan sufisme Islam. Namun, jika dipahami secara mendalam banyak ditemukan kesamaan baik segi teori, praktik, maupun pengalaman kerohaniannya.

Di era kontemporer ini kebanyakan manusia telah melupakan sisi spriritual mereka. Manusia lupa akan jati diri mereka dan lupa darimana mereka berasal. Jiwa mereka telah diperbudak oleh modernitas saat ini. Secara kolektif manusia modern mengalami gejala keterasingan jiwa atau keterbelahan jiwa, sehingga membuat akal pikiran mereka tak lagi melihat sisi spiritualitas sebagai komponen penting dalam hidup mereka. Modernitas ini muncul akibat berkembang pesatnya teknologi dan globalisasi. Perkembangan teknologi dan globalisasi selain membawa manfaat ternyata diiringi dengan bahaya. Teknologi dan globalisasi dapat mengancam pikiran dan jiwa manusia atas kepercayaan transedental dan alam ghaib secara perlahan-lahan.

Mayoritas manusia modern selalu menjauhkan diri dari hal yang dianggap tak rasional, kemudian memuja-muja akal dan melupakan pemikiran akan Tuhan. Perkembangan zaman saat ini banyak menjadikan manusia sebagai sosok yang invidualistis serta mendewa-dewakan materi dan kesenangan sesaat. Mereka beranggapan, bahwa materi merupakan tolak ukur keberhasilan seseorang atas pencapaian hidupnya. Kehidupan akan dunia menjadi tujuan utama mereka. Hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan sesama manusia pun tak berjalan dengan semestinya. Padahal dalam diri manusia sendiri terdapat dua komponen penting yaitu fisik dan jiwa. Kalau hanya komponen fisik saja yang dipenuhi kebutuhannya, meranalah komponen jiwanya. Hal inilah yang membuat akal dan hati seseorang mengalami kegersangan spiritual.

Di tengah gempuran teknologi dan globalisasi kejawen menjadi pandangan hidup/falsafah yang tetap bertahan serta menyiasati modernitas tersebut. Kejawen adalah faham orang jawa atau aliran kepercayaan yang muncul dari masuknya berbagai macam agama ke jawa. Dalam arti yang lebih sempit lagi, kejawen merupakan peleburan antara Islam dan kepercayaan dari budaya tradisional Jawa yang telah melekat sejak ratusan tahun di masyarakat Jawa. Layaknya setiap kepercayaan, kejawen juga memiliki banyak nilai dan ajaran kebaikan yang perlu diamalkan penganutnya.

Kejawen mengakui adanya Tuhan Gusti Allah tetapi juga mengakui mistik yang berkembang dari ajaran tasawuf agama-agama yang ada. Bahwa tujuan hakiki dari kejawen adalah berusaha mendapatkan ilmu sejati untuk mencapai hidup sejati, dan berada dalam keadaan harmonis hubungan antara manusia dan Sang Pencipta (jumbuhing kawula Gusti) /pendekatan kepada Yang Maha Kuasa secara total.

Falsafah kejawen merupakan falsafah yang menjaga keseimbangan relasi manusia, alam, dan Tuhan. Falsafah yang tidak terlepas dari ketuhanan, dengan salah satu ajarannya yaitu mengenai sangkan paraning dumadi. Ajaran ini bertujuan menuntun manusia untuk mengenal Tuhan dengan menelusuri alur atau jalan kehidupannya, yaitu dengan mencari, mengenali, menghayati, dan menyadari asal-usul kehidupan, perjalanan hidup, dan tujuan hidup manusia di dunia sampai berjumpa dengan Tuhan. Sangkan paran secara literal bermakna mana (sangkan) dan akan ke mana (paran) atau berarti sebuah konsep yang menyoalkan muasal dan akhir seluruh alam raya. Konsep sangkan paran dalam tradisi Jawa mempunyai tujuan untuk menyoalkan permulaan dan akhir dari penciptaan (Firdausy & Syarifah, 2017). 

Sangkan paran dalam konsep ini disebut sebagai simbolitas dari Tuhan (okultisme). Okultisme Jawa mampu menjangkau kebenaran dengan bercorak etis-mistis. Dengan intuisi seseorang akan mampu menunaikan pendekatan diri kepada Tuhan (Siti Nur Laili, 2020). Ada tiga hal substansial dari konsep tersebut, yakni: Pertama, sangkan paraning dumadi yang berarti awal dan akhir dari adanya penciptaan alam semesta. Kedua, sangkan paraning manungsa yang berarti awal dan akhir dari adanya penciptaan manusia. Ketiga, sangkan paraning dumadining manungsa yang berarti awal dan akhir dari adanya penciptaan alam semesta maupun manusia (Firdausy & Syarifah, 2017).

Sangkan paran merupakan jawaban dari pertanyaan bagaimana manusia memberi makna dalam realitas. Dengan hadirnya simbol “sangkan paran”, manusia akan lebih memahami spiritualitasnya sendiri. Pengalaman spiritual itu merupakan langkah untuk mendapatkan kesempurnaan hubungan manusia dengan Penciptanya.

Tampak bahwa falsafah Jawa selalu memposisikan Tuhan sebagai pusat dari segala penciptaan mutlak. Tuhan selalu dianggap ada dan “mengada”. Dari hubungan mistik semacam inilah, kesempurnaan manusia akan terwujud dan tidak terbelenggu pada dunia yang kasar (Harahap, 2017). Kehadiran falsafah kejawen di era kontemporer ini diyakini mampu mengatasi krisis spiritual, karena kejawen berperan penting mempertahankan keseimbangan antara budaya dengan agama, menguasai perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, industrialisasi serta meningkatkan iman dan taqwa, mengisi kegersangan rohani dan memberi makna spiritual bagi keberhasilan dunia. Pentingnya mengetengahkan kembali prinsip sangkan paraning dumadi juga didasari fakta bahwa materialisme dan pragmatisme menguasai sebagaian dimensi hidup manusia modern. Selain itu, sangkan paraning dumadi sebagai produk tasawuf juga bisa diposisikan sebagai jalan (thariq) dan wasilah keselamatan hati manusia dari segala macam penyakit dan sikap destruktif.

Juara Favorit 1 Pilihan Juri karya Alvin Ferdiansyah, warga RT 08 Padukuhan Krapyak Kulon Kalurahan Panggungharjo.

Tentang Junaedi

Penulis esai. Penulis Buku Cuitan Wong Ndeso. Bekerja sebagai staf PSID, yang membawahi PCL.

Baca Juga

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

X