Politik

Refleksi 21 Tahun Reformasi, Politik Identitas Jadi Masalah Bersama

pada

Glugo (Bantul.sorot.co) – Mantan Aktivis 98 dari UGM, Ari Sujito mengungkapkan, cita-cita dan gagasan reformasi atau peristiwa 1998 adalah terwujudnya pemerintah yang demokratis dan anti otoritarianisme. Meski sudah banyak perbaikan dan capaian di berbagai bidang pemerintahan, namun kondisi 21 tahun pasca reformasi sekarang ini dinilai belum sesuai dengan harapan ataupun cita-cita para tokoh reformasi.

“Kalau kita bandingkan era Soeharto dengan yang sekarang, jauh lebih baik sekarang, harus kita akui. Karena capaian, multi partai dan sebagainya, cuma kalau kita kaitkan dengan harapan memang belum sesuai harapan. Partai yang kita bayangkan bisa menjadi pilar demokrasi tidak menggambarkan cermin itu, korupsi juga masih banyak dan itu menjadi PR kita,” ungkap Ari dalam diskusi refleksi 21 tahun gerakan reformasi bertema Melanjutkan Tugas Kebangsaan Kita di Kampoeng Mataraman, Panggungharjo, Sewon, Bantul, Senin (20/5) sore.

Ari menambahkan, bangsa ini tengah menghadapi permasalahan serius antara lain benturan identitas (politik identitas) dan reproduksi agama. Menurutnya, tumbuhnya gerakan Islam di Indonesia harus diorientasikan untuk membaca ke-Indonesiaan dalam multicultural dan jangan sampai mempertebal sentimen identitas. Sumber permasalahan itu terletak pada politik di Indonesia yang tidak solutif dan tidak demokratis, sehingga tidak dapat mengelola benturan-benturan yang terjadi.

“Saya usul, demokrasi kita itu bobotnya kedepan itu harus membenahi civil society. Seperti Pemilu, selama ini berdebat soal teknis, soal kotak suara, soal DPT. Tetapi tidak bicara soal pendidikan politik. Bagaimana mencegah benturan, hate speech, hoax dan sebagainya. Sampai 2024 ini memang bukan pekerjaan yang ringan. Karena itu saya ingin demokrasi kita tidak terpeleset pada jurang benturan antar agama,” tandasnya.

Sementara itu, mantan Senat ISI, Noor Janis Langga Barana mengatakan, penyalahgunaan kekuasaan rezim Soeharto telah membuat bangsa Indonesia mengalami keterpurukan. Era itu pada akhirnya memunculkan krisis ekonomi hingga kekacauan dalam politik. Untuk itu ia mengingatkan bahwa pemilu sekadar salah satu instrumen demokrasi, sehingga perbedaan pilihan politik merupakan keniscayaan.

“Polarisasi politik yang berpotensi mengancam keutuhan NKRI tidak semestinya terjadi. Sehingga semua pihak dituntut memiliki integritas kuat dan komitmen tinggi untuk tunduk dan patuh pada aturan perundangan dan konstitusi,” katanya.

Diskusi ini menghadirkan narasumber yang mayoritas merupakan mantan aktivis 98 dari mahasiswa lintas kampus di antaranya Noor Janis Langga Barana (ISI), Ari Sujito (UGM), Supriyanto (UII), Abdul Rozaki (UIN Sunan Kalijaga), Heri Sebayang (UJB) serta Iranda Yudhatama (UPN Veteran). Diskusi yang diakhiri dengan buka puasa bersama ini semakin cair dengan dimoderatori Widihasto Wasana Putra (UAJY). (Purwanto)

 

Sumber : Artikel tahun 2019 bantul.sorot.co

Tentang Fajar Budi Aji

Hanya seorang yang beranjak tua dan terus mencoba untuk lebih dewasa tanpa menghilangkan rasa kekanak-kanakannya. "Urip Iku Urup" dan "Rasah Wedi Dirasani Karena Hidup Banyak Rasa" Dua motto andalan inilah yang dijadikan pegangan dalam menjalani kehidupan sehari-harinya.

Baca Juga

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

X