Buku

Jomblo Fisabilillah

Oleh

pada

Remaja saat ini, atau biasanya disebut kaum milenial berasumsi bahwa jadi jomblo itu tidak keren, tidak asyik, tidak umum dan sebagainya. Jarang sekali atau bisa dihitung dengan jari, remaja yang menikmati kejombloannya untuk mengembangkan hal-hal yang bersifat positif, seperti kreativitas dalam seni budaya, inovasi dalam pembangunan organisasi kepemudaan agar tidak hanya sekedar sebagai media kumpul-kumpul, dan senang-senang saja.

Jomblo sementara menurut saya tidak dosa. Tetapi jika jomblo selamanya perlu ditanyakan eksistensinya sebagai remaja. Berikut ada tulisan yang berjudul “Jomblo Fisabilillah” yang perlu kita baca pelan-pelan dan dipahami betul tentang seluk beluk perjombloan khususnya para jomblowers.

Saya selalu ngedumel kalau ditanya soal pacar. Ibu-ibu RT setiap saya join arisan selalu tanyanya “Pacarnya mana mbak?” atau pernah juga abang-abang penjual bihun telur yang tanya-tanya “Mbak e sendirian aja?” dan yang paling nggak disangka adalah adek saya sendiri nanya itu padahal umurnya masih 8 tahun. Kaya “Apakah setiap insan muda harus memiliki pacar?” gitu pikiran saya saking keselnya ditanya. Bukan apa-apa sih, bukan saya nggak mau jawab juga, saya udah sering jawab dan kebanyakan dari mereka responnya ketawa. Apa yang lucu dari jawaban “Jomblo Fisabilillah?” sih haduh….

Saya pikir kalian sudah enggak asing dengan istilah jomblo fisabilillah ini. Mereka yang tidak mau berpacaran demi mengejar ridha Allah, gitu katanya. Tapi saya lihat mereka yang menggunakannnya sering saja maksiat jadi yang benar definisinya yang bagaimana?

Terlepas dari istilahnya para kaum jomblo yang sedang menyibukkan dirinya untuk produktif dan memilih menunda berpasangan termasuk mereka yang hebat. Berarti yang pacaran nggak hebat? Tentu saja enggak. Maksud saya ya mereka keren aja bisa menunda kesenangan sementara demi mengejar cita-cita masa depannya di tengah gempuran “Ayank udah makan belum”, “Nggak makan kalau enggak disuruh ayank,” dsb. Pertanyaan kedua adalah apakah dari semua jomblo (yang ngakunya) fisabilillah ini menunda pacaran demi fokus pada tujuan atau memang sedang enggak ada yang ngedeketin aja? Ya silakan dipikir sendiri deh.

Cerita di Balik Kejombloan

Selalu ada cerita unik, menarik, dan lucu dibalik kejombloan seseorang. Membahas masalah jomblo ya rasanya enggak lengkap kalau nggak ada cerita dibalik status jomblonya. Buat kalian yang relate sama topik ini nanti saya ditraktir ngopi, ya, ini kisah kalian saya bela lho….

Jomblo bukan nasib melainkan pilihan. Saking seringnya mendengar pembelaan seperti ini kuping saya seolah terbiasa. Kalau ada orang mengatai teman saya “Hari gini masih jomblo?” lalu teman saya menjawabnya dengan, “Jomblo itu bukan nasib tapi pilihan” yang padahal saya tahu dia habis diputusin mantannya 3 hari yang lalu.

Well, prinsipnya saya akui keren! Jarang sih saya nemu orang yang mau menjomblo karena prinsip. Biasanya malah pada berlomba-lomba untuk mengoleksi mantan. Ini keren, dia mampu bertahan melawan arus. Tetap tumbuh layaknya manusia biasa yang serba bisa!

Kasus selanjutnya adalah Si Paling Telat. Konteksnya teman saya ini naksir sama seseorang tapi nggak berani bilang karena takut ditolak (padahal sekadar ngomong aja belum pernah). Dia hanya bisa mengangumi seseorang itu dari jauh, menjaga dari jauh, diam-diam peduli dan peduli dalam diam bersatu pada membentuk harmoni hehe bercanda….

Ala-ala film yang pemeran utamanya saling naksir dalam diam terus terpisah beberapa saat lalu kembali dipersatukan dan saling mengungkapkan isi hatinya. Itu prinsip teman saya. Sayangnya ekspektasi tak sesuai dengan realita. Seseorang itu beneran sudah punya pacar dan akan serius ke tahap selanutnya. Teman saya kaget sekaget-kagetnya. Gadis yang ia jaga dalam diam ternyata sudah berpawang.

Secara otomatis teman saya mundur. Buat apa juga mengungkapkan toh nanti hanya akan memperkeruh suasana mereka saja. Jadinya sampai sekarang teman saya ini gagal move on dan seseorang lagi menyarankannya untuk beralih menjadi seorang jomblo fisabilillah.

Kisah cinta dilematis itu ia relakan meski belum sepenuhnya rela. Sampai sekarang orangnya masih mengikuti filosofi jomblo fisabilillah. Ia hanya akan berhubungan ketika sudah saatnya dan langsung pada tahap serius.

Kasus lainnya teman saya ditinggal pas lagi sayang-sayangnya. Sudah ketemu orang tua kedua belah pihak namun ada saja satu dan dua hal yang memisahkan keduanya. Ya artinya belum jodoh sih. Tapi gara-gara itu teman saya jadi nggak mau makan dan keluar kamar selama satu bulan. Mungkin saking cintanya. Badannya benar-benar kurus kering seperti crepes.

Nah yang terakhir saya nggak pake teman sebagai contoh. Ini prinsip saya sendiri menjadi jomblo adalah pilihan. Nggak ada alasan apa-apa sih, memang sedang ingin sendiri dulu aja. Nggak ada pengalaman traumatis juga kok, aman.

Kenapa Banyak Orang Takut Jomblo?

Ini pertanyaan yang nggak masuk di tipe-tipe jomblo di atas yang sudah saya sebutkan, jelaskan, dan contohkan. Tapi nggak papa mari kita coba~

Meski agak aneh kedengarannya nyatanya memang ada orang yang takut jomblo lho. Ia tidak bisa kalau enggak punya pacar. Misalkan putus ya harus ada ganti secepatnya. Banyak orang yang bilang tipe orang seperti ini adalah murahan tapi bagi saya ya siapa tahu mereka memang ada alasan yang penting dan substansial jika tidak jomblo?

Tidak punya pasangan memang kadang dianggap sebagai sesuatu yang ketinggalan zaman dan menyedihkan apalagi bagi kalian pemegang label jomblo abadi, rasanya orang akan melihatmu dengan tatapan aneh bin bertanya-tanya.

“Kok ada anak sebaik dan secakep dia masih jomblo?”

“Loh anaknya bu lurah masih jomblo?”

“Halo JoDi, jomblo abadi!”

“Sini jangan deket-deket ada jomblo”

Kira-kira begitu tipikal rasanrasannya. Saya juga pernah merasakannya makanya saya berani tulis di sini. Ini bukan sesuatu yang patut dibanggakan sih tapi lucu aja dimasukin jadi tulisan.

Pernah dengar istilah singlisme? Belum ya? Saya kira ini istilah asing meski di kalangan anak paling update sekalipun. Kalau menurut kamus Cambridge singlisme adalah unfair treatment of people who are single (not marriedyet) atau perlakuan tidak adil terhadap orang yang masih lajang (belum menikah). Singlisme juga bisa berarti stereotip dan stigmatisasi orang-orang lajang, dan diskriminasi terhadap mereka.

Wah ngeri ya, saya pikir pembahasan tentang jomblo nggak sampai sekompleks ini but now I find the treasure.

Kenapa Siglisme itu Penting?

Dilansir dari laman Psyhology Today istilah singlisme penting karena penamaan ini menjadi awal langkah yang penting untuk memahami dan pada akhirnya mengatasi. Begitu ada istilah untuk cara-cara di mana orang lajang dipandang dengan rendah maka contoh-contoh seperti itu bisa dengan mudah dan cepat dikenali.

Secara gampangnya sih para ahli menemukan suatu fenomena di masyarakat, fenomena tersebut lantas dikaji dan diklasifikasikan. Setelahnya para ahli akan menguji dan merumuskan data yang lalu akan diolah lagi sampai benar-benar menjadi jurnal. Kenapa mereka ingin repot-repot meneliti perilaku seseorang terlebih masalah kejombloan? Well… nggak ada yang sesepele itu di dunia penelitian. Topik apa saja asalkan itu memang fenomena yang nyata terjadi di masyarakat terlebih fenomena baru yang jadi awal penamaan istilah tertentu akan ada kepuasan tersendiri bagi peneliti untuk menyelesaikan publikasinya.

Bella De Paulo, seseorang dibalik inspirasi saya menuliskan topik ini yang juga menjadi pakar perjombloan, memecah banyak mitos tentang kehidupan lajang/jomblo/single termasuk orang yang menikah selalu tahu yang terbaik, orang lajang semata-mata terpaku pada pasangan, anak-anak dari orang tua tunggal ditakdirkan, orang lajang mati sendirian hanya untuk ditemukan beberapa minggu kemudian — kamu mengerti. Desakanmu yang tak henti-hentinya bahwa teman kamu, “Akan segera bertemu pria impiannya!” mungkin benar-benar nyebelin atau terlalu memaksa.

Nah kan, setelah ini kamu jadi nggak asal ngejudge orang yang memilih single atau jomblo secara sembarangan. Ya barangkali mereka tersinggung sampai-sampai terbawa di real life, untuk mengantisipasi kamu bisa lebih berhati-hati ketika berbicara.

Memahami Batasan

Lepas dari dunia jomblo saya pengen ngebahas yang sering banget terjadi apalagi bagi mereka yang sedang semangat-semangatnya bekerja. Ini agak beda sih tapi saya pikir ini nyambung dan setara. Sering denger pertanyaan:

“Kapan nikah?”

“Loh umur kepala 3 kok belum dapat pasangan?”

“Eh sendirian aja nih, gandengannya mana?”

Saya yakin masih banyak versi lainnya. Sekali dua kali oke lah tapi kalau setiap saat ditanya apalagi saat di momen-momen keluarga yang nggak sepantasnya dijadikan ajang roasting, atau waktu istirahat di tempat kerja tapi setiap saat setiap pergerakan ditanya demikian, apa enggak capek dan kasihan?

Saya yang masih jomblo saja kadang sensi ditanya “Kapan punya pacar” apalagi mereka yang masih bekerja ditanya “Kapan nikah?”. Pastilah kesallll….

I mean… ayolah tinggalin pertanyaan ketinggalan zaman itu. Orangnya jadi enggak nyaman dan kepikiran, apa kita nggak keterlaluan tanyanya? Pahamilah bahwa kamu dan mereka sama-sama punya batasan yang tidak bisa sembarangan dilanggar.

Memiliki batasan fungsinya untuk mencegah sesuatu terjadi yang akan membuat diri pribadi ataupun orang lain terluka karenanya. Cobalah dibalik, kalau kamu diposisi demikian pasti enggak mau kan ditanya-tanya terus.

Anyway, saya nggak ngomong sama kamu—yang lagi baca aja lho. Semuanya bisa jadi pengganti subjek ‘kamu’ yang saya pakai di sini hehe….

Tapi saya ada jawaban seru buat kamu yang ditanya-tanya terus soal kapan nikah, cekidot!

Tante: “Loh sendiri aja? Kok belum ada gandengan?”

Kamu:”Saya mandiri tante. Saya mau cari uang yang banyak biar istri saya besok kalau gabut alias nggak ada kerjaan itu perginya ke salon bukan suka wawancara-in orang”

Another answer

Tante: “Udah umur 30-an kok masih sendiri? Nikah sana!”

Kamu: “Oke tante besok saya nikah, amplopnya mau ngisi berapa?”

Jomblo Fisabililah

Tidak punya pacar atau kekasih sejatinya nggak masalah. Nggak ada orang normal ngatain kamu hanya gara-gara jadi jomblo atau single. Fokus saja dengan tujuanmu menjomblo, niatkan sesuatu untuk Tuhanmu, mencari ridha-Nya.

Fokus memperbaiki diri adalah hal yang semestinya kamu lakukan di masa jomblomu. Mari kita semua ciptakan iklim jomblo yang berkualitas, fisabilillah, produktif, mandiri, berintegritas, berbudaya.

Kepada pembaca sekalian, sampailah kita di penghujung tulisan. Jangan bosan-bosan membaca tulisan saya selanjutnya ya!

Tons kiss~ 

Menjadi jomblo adalah sebuah pilihan. Sebelum memilih posisi sebagai jomblo perlu dipertimbangkan plus dan minusnya (JNT).

Narasumber:

Shayra Alifyana Hafidz, Ketua PIK-R Padukuhan Krapyak Kulon, Kalurahan Panggungharjo

Tentang Junaedi

Penulis esai. Penulis Buku Cuitan Wong Ndeso. Bekerja sebagai staf PSID, yang membawahi PCL.

Baca Juga

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

X