Hari Jadi Desa

Menikmati Berbagai Potensi Desa di Festival Sedesa

pada

Panggungharjo (Gatra.com) – Melalui Festival Sedesa, Desa Panggungharjo merayakan hari jadinya yang ke-72 dengan mengerahkan segenap potensinya, baik dari sisi wisata, budaya, pelayanan publik, maupun ekonomi kerakyatan. Sebuah alternatif untuk menghabiskan libur akhir tahun di Daerah Istimewa Yogyakarta. Festival Sedesa ini digelar di Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul, mulai Jumat (7/12) ini hingga 24 Desember 2018. Desa ini juga dinobatkan sebagai desa terbaik nasional pada 2014.

Selama ini, Panggungharjo juga dikenal sebagai desa yang berhasil mengelola pelayanan publik secara baik dan mengangkat perekonomiannya melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).

“Festival ini mencoba menguatkan karakter desa dengan menyuguhkan atraksi dan literasi sebagai daya tarik lain dari desa,” kata Fairuzul Mumtaz selaku panitia seksi acara saat jumpa pers digelar di Kampoeng Mataraman, Rabu (5/12).

Aneka acara mewarnai Festival Sedesa, antara lain pasar malam, pameran potensi desa, pentas seni, hingga pasar barang antik dan second.  Kemeriahan ini akan dipusatkan di Lapangan Juru Purbo, Geneng, Panggungharjo. Namun tak seperti umumnya perayaan ulang tahun suatu wilayah, ada beberapa agenda menarik yang layak untuk mengisi wisata akhir tahun. Contohnya Parade Ronda. Sebanyak 118 kelompok ronda di desa ini bakal ditanggap untuk memaparkan cerita-cerita menarik selama mereka menjaga desa saat malam hari. Bukan hanya soal keamanan desa, melainkan juga kisah mistis yang mereka temui.

Untuk Parade Kerajinan, desa menampilkan mainan tradisional yang menjadi  produk turun temurun di salah satu pedukuhan di desa itu. Adapun sambal welut dan mangut lele adalah sajian khas di Parade Kuliner. Selama gelaran hari jadi pun,  warga setempat tak cuma bisa menonton melainkan bisa tetap mengurus kebutuhan administrasi mereka. Sebab, instansi desa, seperti staf pemerintah desa hingga KUA bakal didatangkan untukmemberikan pelayanan di lokasi pameran.

“Layanan ini lebih dibutuhkan masyarakat daripada sekadar pameran piala,” kata Fairuzul.

Ada pula  lokakarya “Bermedsos dengan Aman” yang menggandeng lembaga swadaya Combine yang selama ini bermarkas di Panggungharjo. Bahkan, di hari jadi ini, Lurah Desa Panggungharjo, Wahyudi Anggoro Hadi meluncurkan dan membedah buku karyanya yang berjudul “Jangan Tinggalkan Desa”.

Acara juga melibatkan pondok pesantren tua di desa itu, Al Munawwir dan Ali Maksum di daerah Krapyak untuk menggelar Tasmi’ul Quran.

Hari jadi Panggungharjo tak lepas dari sejarah Kraton Ngayogyakarta yang merilis sejumlah maklumat untuk mengubah wilayahnya pada 1946. Sesuai maklumat itu, desa ini berhari jadi pada 24 Desember 1946.

Tiga wilayah yakni Cabeyan, Prancak, dan Krapyak yang menyatu menjadi Panggungharjo dan merayakan hari jadinya tiap purnama terakhir saban tahun. Untuk mengenang itu, warga bakal menggelar ziarah tetua desa dan susur tapal batas desa.

Puncaknya, pada 24 Desember 2018, ada upacara adheging (berdirinya) desa berupa kirab mengelilingi desa. Pawai berakhir di Kampoeng Mataraman, unit usaha BUMDes Panggungharjo yang berupa resto bergaya Jawa tempo dulu, dengan semarak Panggung Jerami yang memajang 14 patung jerami dari tiap pedukuhan desa itu.

Panitia telah menyiapkan sejumlah rumah warga sebagai rumah singgah atau homestay untuk wisatawan.

“Festival ini menawarkan bukan hanya alam tapi kehidupan desa. desa menjadi destinasi wisata dan tujuan untuk menghindari kejenuhan urbanitas kota,” kata Fairuzul. (Arief Koes)

Sumber : Artikel tahun 2018 gatra.com

Tentang Fajar Budi Aji

Hanya seorang yang beranjak tua dan terus mencoba untuk lebih dewasa tanpa menghilangkan rasa kekanak-kanakannya. "Urip Iku Urup" dan "Rasah Wedi Dirasani Karena Hidup Banyak Rasa" Dua motto andalan inilah yang dijadikan pegangan dalam menjalani kehidupan sehari-harinya.

Baca Juga

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

X